MODERNISASI PERTANIAN UNTUK MENINGKATKAN DAYA SAING SEKTOR PERTANIAN


Created At : 2017-05-22 03:33:58 Oleh : Ir. Mirza Sidharta, MSi Berita Terkini Dibaca : 539


Pada tanggal 9 Mei 2017, Dinas Pertanian dan Pangan bertempat di sekretariat Gapoktan Desa Kaweron Tempuran menyelenggarakan “Bimtek Aplikasi Teknologi Pertanian”, yang dibiayai APBD Kabupaten TA.2017.  Maksud diselenggarakan Bimtek selain untuk membekali peserta dalam pengelolaan “Alat Mesin Pertanian” yang dikelola dalam Usaha Pelayanan Jasa Alat Mesin Pertanian (UPJA), juga dimaksudkan untuk konsolidasi pengembangan “Unit Usaha Pengolahan dan Pemasaran” pada kawasan Kajoran, Salaman, Tempuran, borobudur dan Sebagian Bandongan, sehingga peserta sejumlah 30 orang merupakan perwakilan dari kawasan tersebut.

Kegiatan tersebut merupakan  rangkaian panjang dari pembinaan yang pada awalnya difasilitasi  WISMP  di bidang usaha tani/ pengembangan agribisnis.  Sebelumnya berbagai upaya untuk meningkatkan kapasitas petani dan kelembagaan serta pendampingan dalam penumbuhan dan pengelolaan ‘unit usaha” telah dilakukan secara berkesinambungan dengan fasilitasi WISMP maupun kegiatan lain.
Pengembangan “unit usaha” pada lembaga tani, dimaksudkan untuk meningkatkan daya saing petani, khususnya petani pada lahan beririgasi. Dari pengalaman pribadi sebagai pelaksana  berbagai kegiatan/program Kementan, teridentifikasi  adanya permasalahan mendasar pada petani yaitu sempitnya kepemilikan lahan, menjadikan berbagai program yang ditujukan untuk mensejahterakan petani sulit untuk dapat memberikan hasil yang baik.
Apapun programnya, tanpa ada upaya dengan strategi jitu  yaitu strategi yang disusun berdasarkan pemahaman yang mendalam pada kelompok sasaran dan lingkungan eksternalnya untuk mengatasi “masalah mendasar” tersebut keberhasilan sulit diwujudkan.     Sempitnya kepemilikan lahan, menjadikan kegiatan pertanian hanya sebagai usaha sampingan saja. Fenomena yang mudah dilihat yaitu adanya petani menyerahkan pengelolaan lahannya pada penggarap ataupun menjual panennya dengan sistem “tebasan”. Petani penggarap kebanyakan adalah petani dengan modal dan pengetahuan terbatas, sehingga kesulitan untuk mengaplikasi teknologi terbaru. Selain itu posisi sebagai penggarap juga menjadikan kurang peduli terhadap perubahan. Pada sisi yang lain kebanyakan kelembagaan petani belum secara riel dapat mengkoordinir petani, dan petani menjalankan kegiatan usahataninya secara sendiri-sendiri.

Melihat kondisi  diatas, ditambah dengan fenomena  keluhan sulitnya mencari tenaga kerja dibidang pertanian padahal pada  sisi yang lain banyak juga keluhan sulitnya mencari lapangan kerja didesa,  banyaknya bantuan Alsin dari pemerintah yang dimaksudkan untuk efisiensi dan modernisasi pertanian belum  termanfaatkan dengan baik, merupakan isyarat kuat bahwa saat ini program untuk mewujudkan “cooperate farming”, yaitu “kegiatan usaha pertanian” dikelola dalam satu pengelolaan oleh “lembaga tani” harus segera diwujudkan. Strategi mewujudkan “cooperate farming” dengan unit usaha pengolahan dan pemasaran dilakukan sehubungan kegiatan tersebut selain mampu memberi keuntungan yang baik, juga dapat memberikan gambaran lebih mudah tentang program pada kelompok sasaran. Selanjutnya seiring berkembangnya unit usaha pengolahan dan pemasaran, unit usaha akan didorong untuk menagani juga urusan pengolahan lahan maupun perawatan tanaman, hingga terwujudnya “cooperate farming” secara harmonis.

Menerapkan Strategi Bisnis Secara Konsekuen
Agribisnis pada prinsipnya adalah kegiatan pertanian yang dijalankan dengan prinsip bisnis. Kelemahan dalam mengimplementasikan agribisnis selama ini adalah masih terfokusnya pada kegiatan produksi yaitu peningkatan kuantitas dan kualitasnya, arah ke pemasaran  hanya terbatas pada penyesuian komoditas yang disukai pasar, bagaimana cara produk itu dipasarkan belum dipikirkan. Menggagas cara pemasaran yang baik bagi produk petani, tentunya tidak bisa terlepas dari bagaimana upaya untuk  mengorganisir petani dengan baik agar memenuhi skala ekonominya sehingga  strategi bisnis, usaha,kontinyunitas, penguasaan merek, promosi dll dapat diimplementasikan. Langkah tersebut sekaligus merupakan solusi terhadap masalah mendasar pembangunan pertanian dilahan beririgasi selama ini, yaitu sempitnya kepemilikan lahan dengan pengelolaan secara sendiri-sendiri.
Dengan pendampingan intensif, berbagai kelemahan tersebut diantisipasi dengan strategi yang disusun berdasar realita dilapangan. Konsistensi untuk memenuhi skala usaha  dilakukan dengan pendampingan sungguh sungguh agar pengurus lembaga dapat secara riel dapat mengkoordinir petani dalam kawasan yang luas. Kelemahan yang banyak terjadi  selama ini, anggapan bahwa pengurus cukup mampu untuk mengkoordinir petani, sehingga petugas kurang intensif mendampingi proses pematangan organisasi maupun penggalangan masa, padahal kehadiran petugas selain diperlukan untuk mengantisipasi kelemahan pengurus juga berguna untuk meyakinkan pihak petani sasaran, karena kegiatan ini dikawal oleh petugas yang dipercaya.
Petani lewat kelembagaannya dapat menguasai pasar dengan merek sendiri, sehingga merek dengan segala citranya menjadi aset berharga yang dimiliki petani, merupakan target penting dari program ini. Hal tersebut dimaksudkan selain untuk mewujudkan kondisi perdagangan yang berkeadilan (Fair Trade), juga memberikan jaminan keberlanjutan dari agribisnis yang dijalankan petani.
Tanpa mengusai merek sendiri, harga tinggi ditingkat konsumen belum menjamin petani sebagai produsen dapat menikmati   keuntungan yang baik pula, karena  yang selama ini banyak terjadi keuntungan terbesar justru dinikmati pihak  lain, yaitu pemasar yang menguasai merek sekaligus  pasar. Dengan kondisi tersebut  petani tidak mempunyai motivasi yang cukup untuk mengelola usahataninya dengan baik.
 
Menjaring SDM Berkompentan
Walau sistem management yang dibangun dalam program ini dirancang untuk tidak bergantung pada figur seseorang tapi lebih banyak pada sistem tata kelola yang dikembangkan secara partisipatif, dukungan SDM yang berkompeten tetap merupakan faktor penting dari keberhasilan  program sehingga perlu strategi khusus untuk menjaring SDM berkompetan diperdesaan. Selama ini banyak terjadi kegagalan  untuk menumbuhkan kegiatan ekonomi pada lembaga tani, yang disebabkan oleh kurang konsistennya pengurus pada visi-misi kelompok dan cenderung mencari keuntungan sendiri,sehingga petani anggota tidak mau bergabung dalam kegiatan kelompok.
Sosialisasi secara luas diharapkan juga dapat memupuskan keinginan untuk  menyimpang dari visi misi yang telah diikrarkan. Selain itu,  penjaringan SDM yang berkompeten juga dilakukan melalui strategi dalam menetapkan sasaran pembinaan. Walau sasaran unit usaha adalah kawasan dengan hamparan lahan dipedesaan yang cukup luas meliputi beberapa Daerah Irigasi(DI) dengan lahan ribuan hektar, akan tetapi pada setiap desa yang berpotensi,pada kontak tani ataupun tokoh masyarakat didorong untuk dapat memulai kegiatan pengolahan dan pemasaran beras, secara swadaya menggunakan sumberdaya yang ada, dengan merek yang sudah disiapkan Dinas Pertanian dan Pangan untuk kawasan tersebut.
Langkah tersebut selain akan menghasilkan lebih banyak titik pengembangan juga akan lebih banyak memunculkan SDM yang berkompeten dan punya komitmen untuk mensukseskan program, juga dimaksudkan untuk menciptakan mekanisme “control and balances” jalannya program maupun pengurusan. Sehingga selain merek beras pada suatu kawasan tersebut dapat lebih cepat menyebar dipasaran, juga terwujudnya unit usaha yang berdaya saing dalam suatu kawasan tidak hanya tergantung dari satu titik pengembangan dengan segelintir individu.  ( MGS 2017)
GALERI FOTO

Agenda

Tidak ada acara