Salah satu tujuan yang
hendak dicapai dalam SDGs (Suistanable Development Goals) yang diluncurkan PBB
pada Bulan September 2015 adalah “No Hunger” atau menghilangkan kelaparan,
mencapai ketahanan pangan dan gizi baik serta meningkatkan pertanian
berkelanjutan. Berdasarkan lembar fakta SDGs Indonesia pada periode 2007-2013,
pravelensi kekurangan gizi meningkat dari 18,4% menjadi 19,6%. Dengan melihat
penetapan tujuan ini, maka mudah bagi kita menarik kesimpulan bahwa pemasalahan
ketahanan pangan dan pertanian berkelanjutan ini bukan hanya permasalahan
negara kita, namun juga hampir seluruh negara di dunia. Semakin berkurangnya
lahan pertanian menimbukan kehawatiran yang besar bagi ketersediaan pangan di
masa yang akan datang.
Bertolak belakang dengan
kenyataan bahwa kita adalah bangsa agraris yang mayoritas penduduknya bekerja
di sektor pertanian,kini petani justru merupakan kelompok masyarakat yang
berada pada sektor dengan pendapatan terendah, sehingga sektor pertanian dianggap sebagai sektor yang tidak
menjanjikan. Hal ini menjadi suatu alasan yang kuat bagi para petani untuk
meninggalkan sektor pertanian dan beralih pada sektor lain dan
mengalihfungsikan atau menjual lahan yang mereka miliki untuk dialihfungsikan ke sektor non pertanian yang mereka anggap
lebih menjanjikan. Laju
pembangunan merupakan alasan yang seringkali menyebabkan masyarakat untuk
mengalihfungsikan lahan pertanian.
Dalam sektor pariwisata dan
industri, permasalahan alih fungsi lahan menjadi dilema yang cukup sulit untuk
diurai. Di satu sisi pemerintah daerah memiliki kepentingan untuk mendukung
sektor pariwisata dan industri yang dikembangkan oleh masyarakat dalam rangka
meningkatkan taraf hidup, dengan memberikan kemudahan perubahan penggunaan
lahan pertanian menjadi non pertanian untuk dibangun berbagai fasilitas dan jasa pendukung pariwisata dan industri.
Namun di sisi lain pemerintah mengemban tugas untuk mempertahankan sektor
pertanian dengan melakukan pengendalian alih fungsi lahan.
Bergesernya nilai-nilai dalam
masyarakat, yang menyebabkan generasi muda enggan terjun ke sektor pertanian.
Mereka beranggapan bahwa profesi petani bukanlah profesi yang memiliki
kebanggaan di mata masyarakat. Pada akhirnya masyarakat mengalami transformasi
ekonomi, yaitu banyak generasi muda yang beralih bekerja pada sektor lain. Fenomena ini
menjadi suatu kekhawatiran tersendiri bagi masa depan sektor pertanian,
mengingat kebutuhan akan sumber daya pertanian yang semakin besar untuk
mengimbangi pertambahan jumlah penduduk dari tahun ke tahun. Perkiraan ledakan
jumlah penduduk produktif atau bonus demografi pada tahun 2025-2030 menuntut
pemerintah untuk mempersiapkan diri dengan membekali generasi saat ini dengan
kemampuan untuk mengembangkan diri dalam berbagai peluang yang ada, agar pada
masa bonus demografi tersebut tidak tercipta banyak pengangguran usia
produktif. Sektor pertanian merupakan salah satu peluang yang semestinya mulai
dikelola dengan baik saat ini, agar di masa-masa yang akan datang banyak
generasi muda yang tertarik untuk mengembangkan potensi di sektor ini..
Pembangunan sejatinya bukan hanya tentang
jalan yang mulus, gedung tinggi, maupun industri yang kian pesat, seolah uang,
kapital dan teknologi merupakan elemen dasar. Pembangunan semestinya juga
adalah dengan terbentuknya pemahaman yang benar dalam masyarakat tentang
bagaimana mengelola sumber daya secara tepat agar tidak semata-mata dapat
memenuhi kebutuhan perut kita sendiri, tapi juga mempertahankan manfaat
ekonomis dan nilai sosial untuk jangka panjang, jauh melampaui umur kita. Masa
depan sangat bergantung pada kita, keberlanjutan sumber daya untuk generasi
mendatang adalah tanggung jawab kita.
Pada tahun 2018 ini Dinas Pertanian dan Pangan melaksanakan kegiatan pemetaan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B) yang bertujuan untuk melindungi kawasan lahan pertanian produktif agar tidak dialihfungsikan menjadi non pertanian. Hal ini tentu tidak lepas dari upaya untuk mewujudkan pembangunan berkelanjutan. Pembangunan berkelanjutan setidaknya membahas berbagai hal yang berkaitan dengan : pertama, upaya memenuhi kebutuhan manusia yang ditopang dengan kemampuan daya dukung ekosistem; kedua, upaya peningkatan mutu kehidupan manusia dengan cara melindungi dan memberlanjutkan; ketiga, upaya meningkatkan sumberdaya manusia dan alam yang akan dibutuhkan pada masa mendatang; keempat, upaya mempertemukan kebutuhan-kebutuhan manusia secara antar generasi (Baiquni, 2004: Membangun Pusat-pusat di Pinggiran). Terdapat cara pandang yang keliru dalam masyakat perihal upaya perbaikan ekonomi, seolah dengan menjual lahan merupakan solusi bagi permasalahan mereka, namun tanpa mereka sadari bahwa solusi yang mereka peroleh bersifat jangka pendek. Berapapun uang yang mereka peroleh atas penjualan tanah tidak akan sebanding dengan nilai manfaat tanah tersebut jika mereka mengolahnya dengan baik dan benar . Uang akan habis oleh satu generasi, tapi nilai manfaat atas tanah akan dapat dirasakan oleh para pewaris mereka.
Created At : 2018-12-26 00:00:00 Oleh : WIDI DISTANPANGAN Artikel Dibaca : 902