MENCAPAI SWASEMBADA DAGING SAPI DI INDONESIA YANG AGRARIS (BAG. II)


Created At : 2016-08-15 03:22:13 Oleh : Parjo, SP- Penyuluh Pertanian Madya BPPK Pakis Berita Terkini Dibaca : 464
5. Sentra Peternakan Rakyat (SPR)

Guna mengimbangi defisit produksi daging sapi pemerintah meningkatkan produksi ternak sapi dengan program baru. Program baru itu disebut Sentra peternakan rakyat, sekolah peternakan rakyat (SPR).

Tiap sentra ternak terdiri dari beberapa kelompok tani  ternak  dengan jumlah sapi minimal 1000 ekor. Selanjutnya diberi bantuan sarana dan prasarana serta  pendampingan manajemen. Konsep yang sangat baik ini digadang sebagai produsen atau pabrik sapinya rakyat. Dengan SPR akan terjadi transfer ilmu dari perguruan tinggi untuk melatih masyarakat agar memiliki kemampuan tinggi dalam beternak sapi, kelembagaan, penataan ternak dan peternaknya  dan manajemen usaha ternak sapi.

Program unggulan ini memiliki tujuan terwujudnya usaha peternakan rakyat dalam suatu perusahaan kolektif yang dikelola satu manajemen, dan meningkatkan daya saing, meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan peternak rakyat, memudahkan pelayanan teknis  dan ekonomi bagi peternak rakyat ( Muladno 2016 ).  Sebagai langkah awal  akan didampingi 50 SPR dengan melibatkan  25.000 rumah tangga peternak.

6.    Daging subtitusi

Tingkat konsumsi daging sapi Indonesia rata rata 2,2 – 2,6 kg/ kapita/ pertahun yang merupakan tingkat konsumsi terendah diantara  negara negara anggota  ASEAN. Tingkat konsumsi daging sapi negara Singapura dan malaysia 15 kg /kapita/ tahun, Filipina 7 kg/kapita/ tahun. Tingkat konsumsi negara negara Amerika latin seperti Brasilia 40 kg/ kapita /tahun, Argentina 55 kg/ kapita/ tahun sedang Negara Eropa seperti Jerman 40-45 kg/ kapita/ tahun ( Faizul Ishom  2015 ).  

Walaupun konsumsi rendah kebutuhan daging sapi nasional cukup tinggi hingga ratusan ribu ton/ tahun karena jumlah penduduknya yang besar. Berdasarkan penelitian dari UGM dan Asosiasi produsen daging sapi dan Feedlot Indonesia ( APFINDO ) tahun 2015 konsumsi daging sapi nasional 2,56 kg/ kapita/ tahun kebutuhan daging nasional 653.000 ton setara 3.657.000 ekor sapi. Sementara angka produksi peternak sapi lokal hanya mampu memenuhi sebesar 406.000 ton setara dengan 2.339.000 ekor sapi. Maka kekurangan 1.318.000 harus dicukupi dengan mendatangkan dari luar negri.

Pada saat saat tertentu harga daging sapi meningkat dengan tajam.   Pengalihkan pilihan daging sapi ke daging non sapi  melalui model diversifikasi daging telah dilakukan oleh masyarakat. Ketika harga daging sapi mahal sebagian mengalihkan pada daging ayam  atau bahkan pada hasil perikanan.   

7.    Pemilihan Bangsa Sapi yang Cocok Dengan Kondisi Peternak.

Jenis sapi lokal  antara lain sapi madura, sapi bali, sapi grati, sapi Peranakan Ongole ( PO ). Sapi jenis ini mempunyai banyak keunggulan antara lain efisien dalam penggunaan pakan berkualitas rendah, kemampuan beradaptasi sangat baik terhadap panas, lembab, dan mutu pakan yang rendah, bobot potong lebih sesuai dengan kebutuhan pasar, lemak daging rendah dan harga kulit per kilogramnya lebih tinggi.

Sapi jenis lokal juga vertilitasnya tinggi mudah dikawin suntik dan mudah untuk menghasilkan anakan. Sedang jenis sapi impor atau persilangan seperti Lemousin, simmental, dan brahman keunggulannya diantaranya harga bakalan lebih tinggi, harga anakan lebih mahal, pertumbuhan sangat cepat, cocok untuk penggemukan ( feed lotter ) dan efisien dalam penggunaan pakan berkualitas tinggi. Diperlukan ketelitian dalam pemeliharaan sapi betina dari sapi jenis ini  kadang dalam birahi tak mengeluarkan tanda tanda yang jelas sehingga bila tidak tepat waktu  di kawin  suntik sering gagal dalam pembuahan.

8.    Mengubah paradigma peternak

Peternak kecil di desa sering memelihara sapi hanya sebagai tabungan dan klangenan atau sekedar diambil kotorannya untuk pupuk organik.  Mereka memilih bakalan sapi terlalu kecil, terlalu muda sehingga membutuhkan waktu yang lama dalam pemeliharaannya.

Kondisi yang demikian kurang efisien dalam hal waktu dan perputaran modal.  Pemeliharaan sapi dengan tujuan penggemukan seharusnya hanya butuh waktu 2- 3 bulan dengan catatan bakalan sudah siap digemukkan yaiitu  sudah berumur lebih 2 tahun atau giginya sudah poel, dan pakan tambahan dimaksimalkan. Pakan tambahan dapat berupa katul, polar, ampas tahu dan ketela. Perbandingan hijauan dan konsentrat yang diberikan berkisar antara 40 ; 60 sampai 20 ; 80 ( Achiriah  Febriana 2015 ).

Perbandingan ini didasarkan pada bobot berat kering. Penggemukan sistem ini dilakukan didalam kandang.  Dengan cara yang demikian pemeliharaan sapi membutuhkan waktu yang relatif singkat.

9.    Kredit Program

Banyak petani yang ingin memelihara ternak sapi namun tidak kesampaian lantaran keterbatasan modal. Modal untuk membeli sapi memang cukup besar  bagi petani kecil. Harga anakan sapi alias pedet minimal sepuluh juta sedang harga bakalan paling murah empat belas juta rupiah. Kredit program beberapa tahun yang lalu melalui Kredit Ketahanan Pangan Dan Energi ( KKPE ) telah banyak membantu petani kecil untuk bisa memiliki sapi sendiri. KKPE yang digulirkan bisa untuk perorangan maupun kelompok. Petani kecil yang punya banyak  keterbatasan termasuk keterbatasan pada agunan dan kepercayaan oleh pihak perbankkan dapat dijamin oleh pengurus kelompok atau sesama anggotanya yang menjaminkan sertifikatnya untuk pinjam KKPE. Dengan diberi jaminan oleh kelompok dan dengan bunga pinjaman yang murah para petani kecil bisa memberi kontribusi pada swasembada daging sapi sekaligus menolong dirinya sendiri dari kemiskinan. KKPE yang dimoratorium atau diganti dengan istilah lain para petani kecil banyak berharap dapat digulirkan kembali dengan pinjaman secara berkelompok.

GALERI FOTO

Agenda

Tidak ada acara