OLEH : PARJO, SP – DPD PERHIPTANI KABUPATEN MAGELANG
Sejarah panjang dinamika penyuluhan pertanian di Indonesia dari jaman Bimas hingga sampai era upsus telah mengalami perubahan yang cukup besar. Perubahan itu sangat terlihat dan cukup terasa menyangkut tentang kewenangan, kelembagaan dan ketenagaan. Perubahan pengelolaan yang semula bersifat sentralistik menjadi desentralisasi. Dalam perkembangan selanjutnya penyuluh memasuki era baru dari implementasi UU No 16 Tahun 2006 tentang sistem penyuluhan pertanian perikanan dan kehutanan. Undang undang ini mengamanatkan pembentukan kelembagaan penyuluhan diberbagai tingkatan baik di pusat, propinsi, maupun di kabupaten/kota. Penyuluh pertanian, perikanan dan kehutanan diberbagai level menempati rumah besar yang namanya badan pelaksana penyuluhan (bapeluh) di tingkat kabupaten/ kota. Sementara ditingkat propinsi disebut badan koordinasi penyuluhan (bakorluh). Terbitnya UU No 23 Tahun 2014 tentang pemerintah daerah telah mengubah peta pembagian kewenangan antara pemerintah pusat, propinsi dan kabupaten/ kota. Penyuluh perikanan kembali ke pusat ( re- sentralisasai ) penyuluh kehutanan ditingkat propinsi sedangkan penyuluh pertanian berada dikabupaten /Kota.
Postur Penyuluh pertanian PNS semakin Ramping
Era bimas meletakkan landasan yang sangat kuat bagi penyelenggaraan penyuluhan guna meningkatkan sumberdaya manusia petani untuk mencapai swasembada beras. Dengan sistem latihan dan kunjungan ( LAKU ) hubungan penyuluh dengan petani sangat dekat panca usaha berhasil dimasyarakatkan demikian juga insus, supra insus dan rekayasa sosial lainnya mampu meningkatkan produksi secara nyata. Dengan jumlah penyuluh yang cukup besar, berusia muda telah mampu menggerakkan petani dan kelompok tani dalam peningkatan produksi. Pasca UU No 23 Tahun 2014 menejemen penyuluhan pertanian perikanan, dan kehutanan akan terpisah. Penyuluh pertanian didaerah barang kali akan lebih ramping karena ada wacana untuk membagi kedalam satuan kerja perangkat daerah ( SKPD ) yakni dinas pertanian pangan dan dinas peternakan sesuai dengan bidang keahliannya. Pilihan untuk membagi penyuluh pertanian ke dalam SKPD pertanian pangan dan peternakan tentunya juga sangat berdasar karena target yang ingin dicapai tidak saja pada swasembada padi, jagung dan kedelai tetapi juga daging sapi dan produk peternakan lainnya. Rampingnya jumlah penyuluh pertanian PNS juga terjadi karena ada peluang berkarier diluar jalur fungsional dan juga tidak sedikit yang memasuki masa pensiun.
UPSUS PAJALE
Wacana swasembada pangan merupakan pilihan yang sangat tepat karena pangan merupakan kebutuhan pokok, dan pangan juga merupakan pondasi dari berbagai bidang baik ekonomi, sosial, politik sampai keamanan. Negara tetangga katakanlah Vietnam dan Thailan tidak hanya swasembada akan tetapi kedua negara ini akan menempatkan dirinya sebagai negara pengekspor beras dan produk pertanian lainnya. Untuk mencapai swasembada pangan utamanya padi, jagung, kedelai, bawang merah, cabai, dan komoditas penting lainnya melalui gerakan upaya khusus ( UPSUS ). Upaya khusus yang telah dan sedang dilakukan diantaranya adalah mekanisasai pertanian sebagai upaya untuk menjawab tantangan tentang minimnya tenaga kerja pertanian. Mekanisasai pertanian yang lebih dikenal dengan alat mesin pertanian (alsintan) dapat mempercepat pengolahan tanah, tanam, panen dan pengolahan hasil pertanian. Penerapan alsintan juga efisien waktu dan biaya. Perbaikan irigasi, jalan usahatani, bantuan benih, program serap gabah dan lainnya adalah bagian dari upaya khusus untuk menciptakan iklim usahatani yang lebih bergairah. Tidak kalah pentingnya adalah peran penyuluh pertanian dalam pemantauan, pencatatan dan pelaporan luas tanam harian dan peningkatan mutu intensifikasi. Peningkatan mutu intensifikasi mempunyai arti yang sangat penting guna peningkatkan produktivitas. Penyusutan lahan pertanian akibat alih fungsi lahan, menurunnya jumlah penyuluh, menurunnya jumlah petani, perubahan iklim merupakan tantangan tersendiri bagi swasembada pangan berkelanjutan. Penurunan jumlah penyuluh PNS yang masif perlu adanya penataan dan strategi sehingga pelayanan bagi pelaku utama berjalan sebagaimana mestinya.
Penyuluh Pertanian bagian dari SKPD yang baru.
UU No 23 Th 2014 sebagai acuan pemerintah daerah untuk merestrukturisasi kelembagaan baik yang ada di Tingkat Propinsi maupun di Kabupaten/ Kota. Kepala daerah bersama DPRD mempunyai kewenangan yang luas dalam penentuan jumlah dan macam kelembagaan yang diperlukan. Tujuannya adalah agar kelembagaan menjadi lebih efektif dan efisien. Berlakunya undang undang tentang pemerintah daerah ini memunculkan beberapa kemungkinan terhadap lembaga yang ada barang kali ada lembaga yang dilebur, dimerjer, diturunkan kedudukannya atau dihapus sesuai dengan kebutuhan. Lembaga penyuluhan pertanian sulit dipertahankan akan tetapi fungsi penyuluhan tetap diperlukan. Di lembaga yang baru dimana penyuluh pertanian berada diperlukan adanya kondusifitas penyelenggaraan penyuluhan sehingga pelayanan dan pengabdian berjalan normal. Aspek pendanaan, pembinaan dan pengawasan, sarana dan prasarana serta perhatian pada jenjang karier jalur fungsional, berharap tidak berbeda ketika penyuluh berada di lembaga sebelumnya atau bahkan ditingkatkan. (Parjo, SP.Penyuluh Pertanian Magelang)
Created At : 2016-12-27 05:25:28 Oleh : Parjo SP Berita Terkini Dibaca : 821