REGENERASI MENUJU PETANI MANDIRI


Created At : 2017-07-15 01:15:49 Oleh : Parjo, SP / Penyuluh Pertanian BPP Pakis Berita Terkini Dibaca : 411

Setiap orang hampir mengenal yang namanya petani yakni orang yang pekerjaannya bertani, bercocok tanam, memproduksi hasil pertanian. Dalam Penyuluhan Pertanian petani  disebut  pelaku utama  yang didefinisikan sebagai perseorangan dan  atau beserta keluarganya yang melakukan usahatani di bidang tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, dan  atau peternakan.  Petani  merupakan profesi  tertua dalam sejarah peradaban manusia dibanding profesi lain seperti pedagang, arsitek, konsultan, pegawai pemerintah dan lainnya.  Profesi ini telah ditekuni secara turun temurun   dari generasi  ke generasi  hingga sampai sekarang bahkan sampai kedepan  sepanjang manusia masih membutuh makanan. Profesi petani merupakan profesi yang sangat mulia yakni menyediakan bahan pangan, dan  hasil pertanian bagi sesamanya. Petani juga orang yang sabar  untuk mendapatkan hasil tidak bersifat instan tetapi sebaliknya harus  menunggu minimal 1 musim tanam  tergantung komoditas  yang dikelola. Barang kali sangat tepat kata tani dari keroto boso jowo taat le ngenteni ( sabar menunggu ).  Dalam perkembangan suatu era yang dimulai dari era berburu, era pertanian, era industri dan sekarang era teknologi informasi ( TI )  generasi muda  kurang tertarik untuk terjun berkarier menjadi  petani. Jumlahnya cenderung menurun dan kebanyakan dari golongan yang sudah tua. Menurut data hasil kajian  Koalisi Rakyat untuk Kedaulatan Pangan  (KRKP ) bahwa  63% anak petani padi  dan 54% anak petani hortikultura tidak ingin menjadi petani. Sementara hasil kajian yang sama pada sisi orang tua 50% orang tua petani padi dan 70% orang tua petani hortikultura tidak menginginkan anaknya jadi petani.

Pemuda enggan bekerja sebagai petani.
Akses  dan daya dukung lahan usahatani  yang tidak mencukupi untuk hidup layak merupakan akibat kepemilikan tanah yang semakin sempit. Rata rata pemilikan lahan usahatani di Pulau Jawa hanya  0,2 ha/ KK. Lahan usahatani yang sempit tidak banyak menyerap tenaga kerja dan waktu sehingga pengangguran tersamar tidak terhindarkan pada keluarga tani.  Sempitnya lahan usahatani yang tidak lagi  mampu menyangga kebutuhan keluarga merupakan bagian dari hambatan generasi muda  untuk menjadi petani. Anggapan  terhadap gengsi sosial terhadap petani dinilai tertinggal oleh profesi lain seperti karyawan perusahaan, pedagang, aparat pemerintah maupun profesi lain menyebabkan para pemuda dan generasi muda memilih berkarir diluar petani. Faktor resiko usahatani yang lebih besar akibat  perubahan  musim berupa kekeringan, kebanjiran, faktor gangguan hama penyakit dan gulma, adanya fluktuasi harga pasar yang sulit diterka, pertanian juga tidak bersifat quick yielding. Semua menjadi faktor pendorong bagi generasi muda untuk menjatuhkan pilihan  diluar petani. Disisi lain modernisasi pembangunan sarana prasarana kota yang lebih maju seperti pusat pusat perbelanjaan yang tumbuh pesat, dan simpul simpul ekonomi lainnya. tumbuhnya kota kota megapolitan, metropolitan dan kota kota besar lainnya menjadi faktor penarik yang lebih menjanjikan. Ada gula ada semut generasi muda tidak hanya meninggalkan pertanian tetapi juga meninggalkan kampung halamannya untuk melakukan urbanisasi.

Upaya mendekatkan generasi muda ke pertanian
Pangan dan hasil pertanian menjadi bahan kebutuhan yang sangat vital yang sebagian besar dihasilkan oleh petani. Diperlukan pembangunan yang berpihak kepada petani agar pendapatan dan kesejahteraan mereka tidak jauh tertinggal oleh profesi yang lain. Pelatihan dan pemagangan pertanian bagi generasi muda adalah bagian dari cara mendekatkan generasi muda kedunia pertanian.  Desa desa  sentra pertanian  berani mengalokasikan anggaran dana desanya  untuk mencerdaskan, mempertajam ketrampilan bidang pertanian bagi masyarakatnya utamanya dari generasi muda berupa pelatihan, sekolah sekolah lapang. Program pelatihan bagi calon calon petani muda yang dianggarkan dari dana APBN maupun APBD dalam rangka menyiapkan SDM petani, mulai dari subsistem sarana produksi, subsistem budidaya, pasca panen,  pengolahan hasil dan subsistem  pemasaran.  Penyiapan petani masa depan tidak hanya  menjadi petani  tangguh mandiri tetapi juga sekaligus mengurangi pengangguran, penciptaan pembangunan ekonomi pedesaan berbasis pertanian dan swasembada pangan yang lestari.   Insentif bagi petani berupa bantuan alsintan, penerapan harga dasar bagi produk pertanian  dan kredit program dengan syarat yang lebih mudah seperti KKPE dan sejenisnya. Porsi pemagangan bagi generasi muda untuk bertani  hendaknya juga ditingkatkan baik jumlah maupun lamanya.  Penyiapkan dan motivasi melalui jalur pendidikan pertanian untuk menghasilkan  praktisi dan pengusaha pertanian.

Petani harapan.
Klasifikasi petani terdiri dari petani besar, petani kecil, petani gurem dan buruh tani. Jumlah petani gurem  mendominasi dari keseluruhan petani yang ada. Hasil sensus Tahun 2013 jumlah petani gurum  yakni 55,53%  atau 14.250.000 orang. Kondisi petani gurem diibaratkan seperti orang berendam air sebatas leher sehingga ombak sekecil apapun mampu menenggelamkan mereka. Ombak itu bisa  berupa perubahan musim, perubahan harga pasar, gangguan hama, penyakit dan gulma serta kondisi yang kurang menguntungkan lainnya. Petani yang diharapkan  dimasa yang akan datang  adalah petani maju, petani tangguh mandiri yang mampu menolong dirinya dalam mengatasi persoalan. Lima sifat yang  dipunyai petani mandiri diantaranya
1.     Agresif yakni berusaha mengikuti perkembangan informasi baik informasi harga, permintaan, penawaran dan informasi lain berkaitan dengan bidang usahatani yang dikelolanya.
2.    Adaptif yakni mampu menyesuaikan diri terhadap perubahan baik perubahan alam, permintaan komoditas, harga pasar, perubahan kebijakan pemerintah dan lainnya.
3.    Fleksibel bersifat luwes dalam menghadapi berbagai persaingan  terhadap kualitas, harga pasar,  persaingan produk sejenis ditingkat lokal,  nasional maupun  global.
4.    Inovatif yakni petani berani mencoba berbagai perkembangan teknologi sehingga bisa membandingkan teknologi lama dan teknologi baru dari sisi teknis, sosial maupun  ekonomi.
5.    Produktif mampu memanfaatkan faktor produksi secara efisien, efektif  sehingga mampu menghasilkan produk pertanian unggulan yang mampu bersaing terutama dalam hal harga pasar.
Petani dari generasi muda akan  lebih bisa menguasai lima sifat tersebut  sehingga mampu menjawab berbagai persoalan dan tantangan termasuk swasembada pangan.
GALERI FOTO

Agenda

Tidak ada acara